sejarah asuransi
Sejarah Asuransi Syariah
Asuransi telah lahir dan ditemukan jauh sebelum
datangnya Islam yang digali melalui sejarah perekonomian dan kebudayaan manusia
sejak zaman dulu, bahkan para pakar sejarah mengaitkannya dengan sejarah nabi
Yusuf as. Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab suci
al-Qur'an. Riwayat lain menurut Clayton bahwa ide asuransi muncul dan
berkembang sejak zaman Babilonia sekitar 3000 tahun sebelum maseh. Pada
perkembangan asuransi yang tumbuh berkembang di barat kemudian berdirilah Lloyd
of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional.
Berbeda dengan asuransi syariah, sejarah lahirnya
asuransi syariah berasal dari budaya suku Arab dengan sebutan Al-Aqilah.
Konsep al-Aqilah ini diterima dan menjadi bagian dari hukum Islam. Hal
ini didasarkan oleh hadits dari baginda nabi Muhammad Saw. sebagaimana
diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. Dia berkata: berselisih dua orang wanita
dari suku Huzail, kemudian salah satu melempar batu ke wanita yang lain sehingga
mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka
ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan kepada baginda
Rasulullah Saw, maka Rasulullah Saw, memutuskan ganti rugi dari pembunuhan
janin tersebutdengan pembebasan seorang budak laki-laki maupun perempuan dan
memutuskan ganti rugi kematian tersebut dengan diyat yang dibayarkan
oleh aqilah-nya (kerabat dari orang tua laki-laki). (HR. Bukhori)
Dalam budaya suku Arab dulu, jika anggota suku
membunuh anggota suku yang lain, maka ahli waris terbunuh berhak atas
kompensasi (bayaran uang darah) sebagai penutupan. Kemudian Rasulullah Saw
membuat ketentuan tentang penyelamatan jiwa para tawanan yang tertahan oleh
musuh karena perang, maka harus membayar tebusan untuk membebaskannya. Selain
itu, Rasulullah Saw juga telah menetapkan menejemen sharing of risk
dengan memberikan sejumlah kompensasi untuk berbagai kecelakaan akibat perang
seperti :
·
5 ekor unta untuk luka tulang dalam
·
10 ekor unta untuk kehilangan jari tangan atau kaki
·
12.000 dinar untuk kematian (untuk ahli waris)
Dari sejarah diatas dapat disimpulkan bahwa sejak awal
konsep asuransi syariah berbeda dengan konvensional. Dimana sejarah asuransi
syariah lebih kepada tolong menolong satu sama lain sedangkan konvensional
lebih kepada mencari keuntungan semata.
Perkembangan sejarah diatas akhirnya memunculkan
sebuah pengertian berbeda, dimana pengertian asuransi konvensional sebagaimana
disebutkan diatas bahwa asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih
dengan pihak penanggung mengikat diri pada tertanggung. Sedangkan asuransi
syariah yang oleh beberapa ulama mendefinisikannya seperti menurut Rofiq Yunus
Al-Mashri, asuransi adalah perjanjian antara pihak penanggung dan tertanggung
untuk sesuatu yang dipertanggungkan.
Sedangkan Wahbah Zuhaili dalam Fikih Islami
mendefinisikan sesuai dengan pembagiannya. Menurutnya, asuransi itu ada dua
bentuk, yaitu at-ta’min at-ta’awuni (asuransi dengan pembagian tetap).
Asuransi ini adalah kesepakatan sejumlah orang untuk
membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka
mendapat kecelakaan/kerugian. Kecelakaan yang menimpa para peserta asuransi ini
dapat berbentuk kecelakaan, kematian, kebakaran, kebanjiran, kecurian dan
bentuk-bentuk kerugian lainnya sesuai dengan kesepakatan bersama. Asuransi
seperti ini dapat juga berlaku bagi orang-orang yang pensiun, tua renta, dan
tertimpa sakit.
Dan at-ta’min bi qist sabit adalah aqad yang
mewajibkan seseorang membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi yang terdiri
atas beberapa pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi
mendapatkan kecelakaan, ia diberi ganti rugi.
Lebih lanjut dikatakannya, bentuk asuransi yang
berkembang saat ini adalah at-ta’min bi qist sabit. Sifat akad ini mengikat
kedua belah pihak. Perbedaan antara kedua asuransi ini, menurut Mustafa al-Buga
terletak pada tujuan masing-masing. At-ta’min at-ta’awuni pada dasarnya
tidak mencari keuntungan, tetapi semata-mata untuk kepentingan bersama ketika
terjadi kemudaratan atas diri salah seorang anggotanya. Tidak ada perbedaan
pendapat diantara ulama tentang hukum kebolehan at-ta’mn at-ta’wuni,
karena dasar dari jenis asuransi ini sejalan dengan prinsip Islam.
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا
تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“ …Dan tolong-menolong lah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.” (QS. Al-Maidah : 2)
posted by wafa
Komentar
Posting Komentar