Kala rindu menyapa, hanya kenangan yang ada
You are talking with stranger.
Say Hello.
Stranger: Hi
Eh duluan dia yang nyapa.
You: Hi juga
Stranger: Oh Indo, ASL?
You: Depok
Stranger: Trus?
You: Trus apa? Lo nanya asal kan?
Stranger: ASL itu Age Sex Location. Lo baru bilang lokasi, umur sama
gender belum. -__-
You: Ooh kirain asal… :3 maklum newbie hehe
Stranger: Jawab dong -__-
You: F 19.
Boong. Biar aja ah.
Stranger: Yesss asikkk
You: Kenapa lo? Seneng bener
Stranger: Iya seneng banget nih gue, dari tadi ketemunya cowo mulu. Gue
kan pengen ngobrol sama cewe. M 20. Eh, btw gue juga dari Depok, cuma sekarang
lagi kuliah di Bali J. Nama lo?
.
.
.
Satu kebohongan membuat kita melakukan
kebohongan lainnya. Hal yang paling ku sesali sampai saat ini adalah berbohong
di awal perkenalan kita. Andai aku bisa meramal masa depan, bahwa obrolan akan
berlanjut di luar chatroom. Bahwa
kita akan menjadi kita nantinya. Aku tak akan pernah berbohong sekecil apapun.
Kau bilang masih berbekas luka meski
permintaan maaf sudah lama dikabulkan. Seperti paku yang dicabut, lubangnya
masih ada tak akan hilang. Aku terdiam. Mengerti maaf tak selamanya
menyelesaikan.
Meski itu bukan alasan utama kita
berjanji untuk tak saling menghubungi. Aku harap aku bisa mengulang waktu dan
mengenalmu dengan cara yang lebih baik. Sangat sulit melupakanmu, stranger. Bahkan denting piano bisa
mengembalikan memori yang sudah lama ku kubur ini.
“Hei, maukah kau berteman
denganku? Sekali lagi…?” tanyaku sore itu padamu.
Ah bukan, tapi pada fotomu.
Komentar
Posting Komentar